Home » artikel
Category Archives: artikel
Upgrade Layanan Flexi ke Telkomsel
Mengenal Teknologi Fiber Optik (Serat Optik)
- Bandwidth sangat besar dengan kecepatan transmisi mencapai gigabit-per detik dan menghantarkan informasi jarak jauh tanpa pengulangan
- Biaya pemasangan dan pengoperasian yang rendah serta tingkat keamanan yang lebih tinggi
- Ukuran kecil dan ringan, sehingga hemat pemakaian ruang
- Kebal terhadap gangguan elektromagnetik dan gangguan gelombang radio
- Tidak ada tenaga listrik dan percikan api
- Tidak berkarat
- Beberapa faktor membatasi efektivitas kabel FO. Selain instalasinya yang mahal, sistem ini mungkin sinyalnya kurang kuat, hal ini disebabkan karena faktor fisik ataupun material.
- Dispersi dapat mempengaruhi volume informasi yang dapat diakomodasi.
- Tidak seperti halnya dengan kawat atau plastik, fiber juga lebih sulit untuk disambung.
- Sambungan akhir dari kabel fiber harus benar-benar akurat untuk menghindari transmisi yang tidak jelas.
- Komponen FO mahal dan membutuhkan biaya ekstra dalam pengaplikasian yang lebih spesifik.
"Aku Menolak Tambang Pasir Besi Di Seluruh Pantai Selatan Jawa"
“Aku, Menolak Takluk”
Namaku Tukijo, atau Parmin, atau Marni atau apapun lah kau sebut. Tinggal di kampung dekat pantai mengandung pasir besi, awalnya adalah berkah dan selalu membawaku dekat dengan Tuhanku. Bahkan menyatu.
Aku menolak takluk, karenanya sekarang tinggal di kotak sepi dan beku ini. Terlalu kecil untuk dibilang ruang. Meski ada jendela kecil, itupun hanya tempat untuk tanda masih adanya angin dan udara di bumi ini. Kadang dibuat gelap, kalau saja aku marah dan mengamuk. Karena, aku selalu saja menolak dibilang salah hanya karena membela tanamanku, menjaga kampungku, menghormati warisan leluhurku sekuat tenagaku. Dan tak terima ditempatkan disini, di kotak berjeruji besi ini. Aku menolak takluk dan disinipun tak membuatku menyerah. Karena ada ombak di semangatku, ada api di kepalku, ada matahari di dadaku. Bergulung. membara, menyala.
Aku menolak membacai ceritera pendek atau panjang atau puisi atau essay atau feature ataupun ceracau2 dikoran2 atau majalah , apalagi di Internet. Bukan hanya karena tak ada, tapi memang percuma. Utamanya tulisan kaum muda. Yang karena telah belajar sampai setinggi2nya tempat belajar, justru makin membutakan hati dan perhatian mereka atas kemanusiaan . Barangkali karena sangking tololnya, tak mengerti aku kenapa mereka mau membuang banyak waktu. tenaga dan uang mereka untuk duduk di depan mesin komputer, tanpa henti, sambil mencari2 ilham, berkeliling jagad maya, hingga rela menjauhkan diri dari tubuhnya sendiri, dari masyarakat di sekelilingnya dan dari kerja2 nyata yang menyehatkan diri mereka, seperti halnya kerjaku: bertani. Muak aku pada mereka itu. Mereka yang bersemangat untuk menipu dirinya sendiri dengan kenyataan2 palsu atau rekaan yang juga benar2 palsu. Sementara itu, orang senasibku, lebih dari dari seribu nyawa meregang, terancam jiwa dan hidup mereka, ada di sekitar mereka. Bertanah air sama. Berbahasa sama.Sedang membangun ceritera nyata,bahkan sejarah peradaban umat manusia, tapi terlewat dari mata, kuping dan hati para penulis terpelajar itu. Bukan aku pengin dikenal, tapi perkara nyata yang kami hadapi akan tercatat sepanjang umur bumi. Hingga kalau kami mati di tengah perjuangan kami, ada lah tinggalan yang bisa dipelajari. Tentang kesungguhan, tentang semangat, tentang kesetiakawanan, tentang rasa cinta tanah air, tentang kehormatan diri dan penolakan untuk membiarkannya jadi korban penindasan, penjajahan, pelemahan hati untuk terus siap berlawan. Kalau saja mereka, para penulis itu menyukai diri mereka menjadi korban, maka mereka itu memang mahluk tak berguna! Setidaknya, untuk aku.
Aku menolak untuk takluk, karena itulah aku ada disini. Aku menolak tanah kelahiranku di aduk2. Aku menolak tanamanku, yang membuatku gembira saat setiap daun dan bunganya bertumbuhan, hingga umbi dan buahnya bisa kupetik dan menghidupi keluargaku. Aku menolak tanah airku dikuasai orang2 asing antah berantah, yang pasti tak peduli pada kesengsaraanku, dan orang2 sekampungku, karena kebun yang kami buat, dari menggali dan menyingkirkan pasir secangkulan demi secangkulan, lalu kita tanami dengan sepenuh cinta yang kami punya, akan dirusaknya. Aku menolak diusir dari situ dengan semena2, karena aku diajarkan untuk menghormati dan melaksanakan ajaran para leluhur, para guru serta pahlawan, untuk tidak dikuasai oleh para penjajah dan penindas jiwa, pikiran dan tubuhku. Siapapun dia.
Namaku Tukijo, atau Parmin, atau Murni atau apapun lah kau sebut, dengan ini bernyata diri: “Di atas tanah leluluhur kami, di atas kebun kami, kami siap bilang:
“Sesentuhan jari dikening pun,
sejengkal tanah di bumi milik kami pun,
akan kami pertahankan sampai mati!”.
Aku, menolak takluk!
Aku, menolak tunduk!
(2012)
*Catatan untuk Tukijo yang ditahan Kepolisian Yogya karena memimpin perlawanan menolak penambangan pasir vesi di Kulon Progo. Juga untuk rakyat di pantai Kebumen yang 10 Feb kemarin diancam, diintimidasi oleh preman2 PT MNC dan tentara, tapi tak bergeming. Terus melawan.
“Tolak Pertambangan Pasir Besi di Sepanjang Pesisir Selatan Jawa!”, 2012. 9 Februari 2012, Perusahaan Tambang Pasir Besi PT MNC di Kebumen, mengerahkan Preman untuk mengintimidasi Rakyat setempat yang menolak keberadaan Tambang yang merusak ekosistem dan ladang pertanian rakyat setempat. Penolakan yang sama terjadi di sepanjang pantai selatan Jawa. Pemda setempat, rata2 mendukung adanya penambangan itu (Perusahaan Lokal dan Asing). Penghianatan UUD’45 Ps.33 terus berlanjut. Mohon dukungan pada perjuangan rakyat itu…..Sebelum darah tumpah mempertahankan tanah air milik bersama!
Hutan Rusak, Masyarakat Dayak Terancam
Kalimantan | Nasib masyarakat Dayak di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa Indonesia harus melindungi hak-hak masyarakat adat, jika ingin mencapai target ambisius dalam mengurangi emisi dari deforestasi.
Masyarakat Dayak Benuaq di Muara Tae, Kabupaten Kutai Barat, saat ini diserang oleh dua perusahaan sawit yang menggusur lahan adat mereka dengan agresif. Masyarakat bersama Telapak berjaga di pos terdepan sebagai upaya terakhir untuk menyelamatkan hutan terakhir dari kehancuran.
Minggu ini, EIA (Environmental Investigation Agency) – organisasi lingkungan yang berbasis di London- telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana perjuangan masyarakat Muara Tae, dan bagaimana kearifan lokal mereka dalam memanfaatkan hutan dapat membantu Indonesia untuk mencapai target ambisius mengurangi emisi gas rumah kaca.
Forest Team Leader EIA, Faith Doherty mengatakan, ”Terdapat lebih dari 800 kepala keluarga di Muara Tae yang bergantung pada hutan sebagai sumber makanan, air, obat-obatan, budaya dan identitas. Sederhananya, mereka harus menjaga hutan mereka untuk dapat bertahan hidup.”
“Retorika dari Presiden Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan mengurangi deforestasi sangat kuat. Namun di garis depan, dimana masyarakat adat mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkan hutan mereka tidak ada tindakan nyata dari Pemerintah. Memberikan hak pada masyarakat adat seperti masyarakat Dayak Benuaq ini merupakan langkah vital untuk mengurangi bencana deforestasi di Indonesia,” kata Faith.
Presiden Indonesia telah berjanji akan mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 26 persen pada 2020, melawan prinsip bisnis dan di saat yang bersamaan menyumbang pertumbuhan ekonomi yang substansial.
Ekspansi perkebunan tidak dapat dihindari akan menjadi elemen pertumbuhan yang signifikan, namun sejarah membuktikan bahwa ekspansi telah menjadi penyumbang utama emisi gas rumah kaca. Seperti yang telah diketahui dan diakui bersama bawa untuk menghindari hal tersebut, saat ini ekspansi perkebunan harus diarahkan ke lahan yang telah terdegradasi.
Lemahnya perencanaan spasial telah menyebabkan hutan Muara Tae teridentifikasi sebagai wilayah APL (Area Penggunaan Lain). Hal tersebut berarti hutan Muara Tae tidak termasuk dalam ‘wilayah hutan’ dan terbuka untuk dieksploitasi. Pencurian hutan adat juga menimbulkan pertanyaan serius mengenai bentuk pembangunan seperti apakah yang ditawarkan oleh perusahaan perkebunan.
Masyarakat adat Dayak Benuaq di Muara Tae memiliki sumber daya hutan yang paling bernilai. Kearifan lokal mereka dalam mengelola hutan yang berkelanjutan, diteruskan dari generasi ke generasi, dan menjaga hutan tersebut tetap ada.
Abu Meridian, Juru Kampanye Hutan Telapak mengatakan, ”Bersama dengan masyarakat, kami tidak hanya melindungi hutan terakhir mereka tetapi juga menanam bibit pohon Ulin dan Meranti untuk melestarikannya. Masyarakat disini merupakan penjaga sejati dari hutan dan nasib mereka bergantung pada hutan ini.”
Selama 20 tahun terakhir, Muara Tae telah kehilangan lebih dari separuh lahan dan hutan yang digunakan untuk perusahan pertambangan. Dampaknya tak dapat dihindari, sumber air masyarakat menjadi kering dan kini mereka harus berjalan 1 kilometer untuk mendapatkan air bersih.
Hutan yang tersisa merupakan rumah dari sejumlah besar jenis burung, termasuk burung rangkong yang erat kaitannya dengan budaya dan adat suku Dayak di Kalimantan. Terdapat sekitar 20 spesies reptil dan hutan tersebut juga menjadi habitat dari beruang madu dan bekantan.
Perampasan lahan terakhir telah berlangsung sejak Januari 2010 ketika Bupati Kutai Barat, Ismail Thomas memberikan izin pada dua perusahaan perkebunan kelapa sawit yaitu PT Munte Waniq Jaya Perkasa (MWJP) yang dimiliki oleh Malaysia dan PT Borneo Surya Mining Jaya, anak perusahaan dari konglomerat perusahaan kayu, perkebunan dan pertambangan Sumatera, Surya Dumai.
Pemerintah Norwegia telah mendukung usaha mengurangi deforestasi di Indonesia dengan memberikan bantuan finansial. Namun di saat yang bersamaan, mereka juga telah berinvestasi di perusahaan induk PT MWJP melalui dana pensiun.
Pak Singko, Tetua adat Dayak Benuaq di Muara Tae mengatakan, ”Kami memohon bantuan dari semua masyarakat dan siapapun untuk membantu melindungi hutan dan tanah leluhur kami. Kami telah dikepung dari berbagai sisi oleh perusahaan perkebunan dan pertambangan. Ini adalah hutan terakhir kami yang masih tersisa dan lahan terakhir yang harus kami pertahankan. Jika hutan kami habis, maka habislah hidup kami.“ [Telapak | KJPL]