Home » 2009 » September » 18

Daily Archives: 18 September 2009

Habis Lebaran Jadi Setan Lagi

PERCAKAPAN 1: LEONTIN HATI BERWARNA MERAH

T = Mas Leo,

Ada satu mimpi yg ingin sekali saya tanyakan artinya. Saya pernah bertanya ke orang tapi dia ngambang menerangkannya. Saya orang yg jarang sekali mendapatkan mimpi tapi mimpi yg satu ini sama sekali tidak bisa saya lupakan dan saya sangat penasaran sekali akan maknanya.

Saya bermimpi ini kira-kira enam bulan sebelum ibu saya meninggal dunia (ibu saya meninggal pada 27 April 2004), dalam mimpi saya waktu itu adalah saya melihat ibu saya meninggal terbujur di ruang tengah ditutupi kain panjang batik tapi mama memberikan leontin hati berwarna merah jernih pada saya. Yg saya agak konfius adalah waktu memberikan itu saya merasa ibu saya bahagia sekali, demikian juga saya padahal latar belakangnya adalah kematian ibu saya. Rasa bahagia damai itu susah untuk saya describe. Terus saya terbangun dan sampai saat ini saya masih ingat tentang mimpi itu.

J = Tentu saja semua orang akan bahagia kalau mau meninggalkan dunia fisik ini, kenapa harus sedih ? Kesadaran kita tidak pernah dilahirkan, dan tidak akan pernah mati. Kesadaran kita cuma berkunjung saja ke dunia fisik yg kita alami ketika kita melek. Tetapi kita tetap bersambung dengan alam non fisik di mana kesadaran kita memang selalu ada dan tetap akan ada. Yg namanya mati secara fisik adalah pemutusan hubungan antara kesadaran kita yg abadi dan tubuh fisik. The tubuh fisik akan menjadi dead, decomposed, busuk, dan terurai kembali menjadi komponen-komponen aslinya, unsur-unsur alam, molekul, atom.

Tetapi kesadaran kita yg asli justru senang karena tidak harus terpaksa berkiprah di alam fisik ini, yg mungkin merupakan salah satu dimensi terkasar yg bisa dirasakan oleh kesadaran. Kasar artinya kita tidak bisa tembus segala macam dalam waktu sekejap seperti bisa dengan mudahnya kita lakukan ketika kita tidur. Ini dimensi kasar karena kita harus selalu membawa-bawa ego kita. Ego adalah apa yg kita definisikan sebagai “aku”. Aku, tubuhku, pikiranku, perasaanku, jabatanku, penghasilanku, tujuanku, negaraku, sukuku, agamaku,… segalanya berkaitan dengan “aku”. Dan itulah ego.

Di dalam dimensi lain, segala macam keakuan itu tidak seperti di alam fisik. Kalau kita mau jatuh ke dalam jurang, ya jatuhlah. Ternyata ternyata masih tetap hidup juga. Masih bisa bangun di atas ranjang dan terbang-terbang lagi ketika kita tidur. Terbang lagi di dalam dimensi non fisik ketika kita tidur lelap. Kalau mau membawa ego atau keakuan juga bisa. Kita bisa menjalankan berbagai “skenario” keakuan. Kalau saya menjadi raja diraja yg bisa memusnahkan Malaysia, bagaimana the result, for instance ? … Ternyata Malaysia itu diri kita juga. Ternyata diperlihatkan di mimpi bahwa kita menusuk pantat kita sendiri. Kirain orang Malaysia, gak taunya diri kita sendiri saja.

And the dream puzzles us.

Banyak mimpi bersifat seperti itu, seperti rehearsals. Ada skenario-skenario yg kita uji coba sampai kita menemukan yg pas. Makanya ketika peristiwanya benar terjadi di dimensi fisik, kita merasa mengalami deja vu, seperti pernah mengalaminya… Dan memang pernah, dialaminya di alam mimpi ketika kita tidur lelap dan kesadaran kita melakukan rehearsals. Alam fisik ini cuma salah satu alternatif, tentu saja, banyak alternatif lainnya yg ternyata tidak kita pilih, dan kita telah lihat semuanya di alam non fisik ketika kita tidur.

Itulah sebabnya dikatakan bahwa kehidupan kita ini cuma mimpi saja. Memang benar mimpi, tidak ada bedanya dengan mimpi-mimpi yg kita alami setiap malam. Cuma, ada mimpi-mimpi yg tidak kita pilih menjadi kenyataan fisik, dan mereka tetap tinggal mimpi. Dan ada mimpi yg kita pilih menjadi realita fisik.

Kita akan tahu juga ketika kita akan selamanya meninggalkan dimensi fisik ini. Dan itu membuat kita bahagia. FYI, dimensi non fisik tidak memerlukan agama yg cuma membuat kita capek itu. Tidak ada Allah. Tidak ada Sorga. Tidak ada Neraka… yg semuanya itu cuma hasil dari pemikiran kita belaka ketika kita berpegangan kepada ego di dimensi fisik. Kita pusing karena kita ngotot bahwa ada Allah. Pedahal kesadaran kita yg selalu ada itu tidak pernah bertemu dengan Allah. Yg kita temui selalu manifestasi. Baik manifestasi fisik ketika kita terjaga maupun manifestasi non fisik ketika kita tidur.

So, ternyata tidak ada Allah. Yg ada cuma kesadaran thok.

Kesadaran kita juga mulanya tidak tahu bahwa ternyata yg ada cuma kesadaran kita saja. Ternyata benar bahwa Tuhan itu cuma satu biji, dan itulah kesadaran kita. Saya. Ujung dari biji yg kita sebut Tuhan ternyata memiliki mata, dan matanya ada di saya. Tapi itu juga setelah sang saya menjalani jatuh bangun melakukan wiridan jutaan kali sampai kesadarannya bisa hening. Hening karena capek, karena ternyata Jibril sudah muncul dan pergi lagi. Allah juga sudah muncul dan pergi lagi. Setan juga muncul dan pergi lagi. Akhirnya yg tinggal hanyalah sang kesadaran thok. Dan itulah Tuhan yg asli. Tuhan yg ada di sang saya, yg bahkan tidak tahu dirinya sendiri itu siapa.

Ketika hal itu sampai, Al Hallaj bilang: Ana al haq.
Syekh Siti Jenar bilang: Kulo gusti.
Yesus bilang: Bapa dan aku adalah satu.

Tetapi orang-orang yg gila agama karena ingin kedudukan dan harta tidak mau terima, dan mereka yg telah menemukan kesadaran itu dikejar-kejar terus, sampai sekarang… Tetapi orang yg mencapai kesadaran bahwa dirinya sadar tidak putus asa. Sadar thok. Tidak bisa diapa-apakan. Tidak bisa diancam karena tidak takut mati. Kenapa takut mati ? Karena tidak pernah lahir maka tidak pernah mati bukan ? … Yg ada hanyalah saying goodbye to the physical dimension for good. Untuk selama-lamanya. Dan itu maknanya indah. Indah karena sudah tidak perlu lagi beragama. Indah karena sekarang bisa jalan-jalan ke dimensi yg lebih halus. Lebih spirtual. Lebih bermartabat dibandingkan dimensi fisik ini.

Dan itulah sebabnya mengapa anda dan ibu anda merasa bahagia di mimpi itu, walaupun konteksnya adalah rehearsal perpisahan ibu anda dengan dimensi fisik ini.

T = Apa yg saya liat di mimpi semua persis sama kenyataannya pada waktu ibu meninggal sampai kain panjang yg digunakan pun sama, yg tidak sama adalah soal leontin hati warna merah itu. Setelah saya cari di tempat perhiasannya juga tidak ada. Saya percaya itu adalah suatu simbol yg bermakna.

J = Tentu saja ada maknanya, dan ada energinya juga.

Liontin hati berwarna merah artinya jantung, kehidupan, cinta kasih. Your mother gave hers to you, it is already in you. You are wearing leontin hati berwarna merah. Kemana-mana anda pergi, anda selalu mengenakan leontin itu. Adanya di alam astral. Energinya adalah energi kehidupan. Life force. Anda bisa bagikan energi itu kepada siapa saja yg merasa putus asa karena diganggu terus oleh teriakan orang-orang yg berjualan agama.

Mereka yg diganggu terus oleh orang yg berjualan agama telah merasa putus asa, rasanya mau mati saja, pedahal mereka tidak bisa mati. Pedahal kesadaran mereka hidup terus, baik di dimensi fisik ini maupun setelah cabut. Dan mereka inilah yg bisa anda bantu.

T = Dua bulan sebelum ibu meninggal saya bergabung dengan suatu komunitas yg kebetulan salah satu ajarannya melakukan healing melalui enerji, nah selama dua bulan terakhir terlebih setelah ibu koma selama satu bulan, saya secara intensif full tercurah menyalurkan energi pada beliau. Apakah soal arti leontin itu ada hubungannya dengan kejadian ini ?

J = Tentu saja ada hubungannya.

Apa yg anda salurkan kepada ibu anda tidak hilang percuma, melainkan terkumpul. Ibu anda mengumpulkannya dalam suatu bentuk simbol yg anda lihat sebagai leontin berwarna merah. Ibu anda memang harus meninggalkan dimensi fisik, dan tidak lagi membutuhkan energi penyembuhan. Tetapi energi penyembuhan yg anda berikan telah bisa di-convert olehnya menjadi suatu bentuk yg akan tetap tidak berubah. Tetap karena telah menjadi suatu simbol, simbol dari suatu sumber energi penyembuhan which is leontin berwarna merah itu, yg anda selalu kenakan kemana-mana.

You are a healer already. You have been wearing that red leontin. It’s the symbol of your own healing power.

+

PERCAKAPAN 2: HABIS LEBARAN JADI SETAN LAGI

T = Bung Leo,

Thanks telah mendengarkan dan memberi banyak masukan ke saya dalam beberapa hari kita kenal. Senang sekali !

J = Saya juga senang sekali.

T = Buat saya notes Bung Leo mengagetkan, tapi juga mampu bkin saya senyum-senyum ketika tanggapan-tanggapan kepada Bung Leo tidak bersahabat.

J = Good, you’ve got the point.

Notes saya memang berisikan percakapan antara banyak rekan dan saya. Kalau orangnya sudah bebas merdeka dari penjajahan Allah Ta’alla, maka apa yg saya tuliskan tidak ada apa-apanya alias biasa-biasa saja. Tetapi mereka yg masih menjadi budak agama akan merasa dirinya dipanggang di api neraka, pedahal saya tidak membawa panggangan. So, kesimpulannya, mereka terpanggang oleh belief systems mereka sendiri. Karena belief systems mereka cuma buatan belaka, make believe, akhirnya mereka akan merasa terpanggang ketika membaca tulisan saya yg jujur apa adanya.

Kita bisa juga memberikan nilai: Oh, yg ini sudah oke. Yg itu masih jadi budak agama. Yg satu lagi masih fifty-fifty. Cara melihatnya juga mudah sekali… Dan tentu saja apa yg mereka komentari itu merupakan masukan yg sangat berharga bagi mereka sendiri. Not even MUI mau berbicara terus terang seperti saya. Kalau para ulama terus terang tentu saja orang akan menemukan siapa Tuhan itu bukan ? Dan kalau Tuhan ternyata ada di dalam kesadaran kita sendiri akibatnya lembaga-lembaga agama akan bubar dengan sendirinya bukan ? Akan bubar karena orang sudah terlalu pintar.

Dan hal itu sangatlah tidak diharapkan karena menyangkut periuk nasi. Kalau sumbangan tidak masuk, siapa yg mau kasih makan para ulama ? Bahkan Allah tidak bisa ngasih makan mereka karena Allah cuma istilah saja. Para ulama itu tetap harus cari makan sendiri juga. Caranya yg paling mudah adalah dengan jualan Allah, dengan bilang bahwa orang harus beribadah dan beramal. Dengan bilang bahwa orang berdosa, dll… Pedahal itu semuanya trik saja, dan kita yg sudah tercerahkan sudah tahu semuanya.

Cuma orang yg masih menapaki spiritualitas kelas bawah saja yg masih mau mendengarkan para ulama berkhotbah as well as merogoh koceknya untuk memberi derma. Dan jenis seperti inilah yg akan memaki-maki di notes saya. Sekarang masih mending karena mereka puasa. Nanti setelah Lebaran mereka akan jadi Setan lagi. Karena sudah bermaaf-maafan pada hari Lebaran, maka mereka bisa jadi Setan lagi sampai Lebaran berikutnya.

T = Pertama membaca notes Bung Leo ga sengaja, saya menemukan begitu saja ketika bongkar-bongkar facebook. Waktu itu dialog tentang dulunya saya adalah Muslim. Pandangan seperti ini tidak menganggu buat saya, karena saya pikir tiap orangg itu punya alasan, dorongan, background, dll… dan adalah hak mereka mengeluarkan pandangan-pandangannya.

J = Iyalah, itu urusan orang.

Yg saya shared di note itu adalah kesaksian dari seorang rekan wanita, yg pernah menjadi korban agama padang pasir dan sekarang merasa bebas merdeka mencampakkan jilbab for good dan menjadi diri sendiri saja. Isn’t it wonderful ? … Tetapi tidak semua orang berani seperti itu, kebanyakan orang justru lebih berani untuk menjadi munafik, seolah-olah berjalan di jalan yg benar, pedahal mereka tahu bahwa yg namanya “jalan yg benar” itu juga tidak benar.

Yg benar itu kalau kita mau menjadi diri sendiri saja, apapun konsekwensinya. Selama masih di dalam domain pribadi, maka kita berhak melakukan apapun. Kita semuanya manusia dewasa, yg sudah tahu sendiri apa yg baik dan tidak baik bagi kita. Tetapi justru orang yg dewasa dan mau mengambil sikap terhadap kehidupannya yg akan dicaci-maki oleh masyarakat sekelilingnya.

T = Saya menyukai pemikiran-pemikiran bebas, wild dan tegas seperti itu. Berarti manusianya telah merdeka menentukan sikap. Menurut saya inilah yg manusia !

J = Iyalah, itulah hakekat menjadi manusia dewasa. Menentukan apa yg kita mau untuk hidup kita sendiri saja tanpa perlu merisaukan orang lain mau bilang apa.

T = Bung Leo, thanks juga telah memberi masukan tentang elemen fire di diri saya. Buat saya itu a suprise, karena biasanya hal begini bukan membuat kenyataan senang bagi orang, tapi seringnya menimbulkan dengki. Bung Leo mengingatkan tanpa embel-embel disebut baik hati, saya tau itu.

J = Yes, you are a fire woman. A physical healer, memiliki kharisma untuk menyembuhkan orang-orang yg letoy fisik maupun jiwanya.

T = Nah, hal seperti yg Bung Leo lakukan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan ‘aura’ seperti itu yg membuat Bung Leo telah berhasil untuk disebut tulus. Saya tidak memuji, karena ini fakta.

J = Tulus is sincere, apa adanya. Saya memang seperti itu orangnya, makanya masih tetap single terus sampe sekarang, belom laku juga (tapi apa hubungannya yah?).

T = Ada sebuah beban dalam hidup saya yg kadang saya lupakan saja. The man I love bilang saya gak bisa mengelak sebagai jendela alam. Dia memprediksi beberapa hal dan dia tidak sepenuhnya Kristen, dengan beberapa prinsip dia berbau agnostic.

J = Agnostic artinya suka-suka, saya juga begitu orangnya, suka suka saya saja.

T = Apakah Bung Leo bisa mengulas apa itu jendela alam ? Dan apa memang jumlah mereka telah ditentukan, dipilih, atau tiap manusia adalah jendela alam ? Kalau saya simpulkan, manusia itu tidak seragam kualitasnya.

J = Jendela alam ? This is the first time I ever heard of that term.

Kalau mau pakai istilah itu, maka seharusnya setiap manusia adalah jendela alam. Mata kita itu jendela, dan kita melihat ke alam sekitar. Jadilah kita jendela alam. Tapi nanti saya dibilang diskriminasi terhadap orang yg physically handicapped, yaitu terlahir tanpa memiliki mata fisik alias tunanetra. Untuk tuna netra, istilahnya should have been telinga alam. Telinganya very sensitive, bisa mendengarkan suara alam.

Whatever your boyfriend means by that term “jendela alam” is his own understanding, dan tidak berarti bahwa segalanya harus seperti itu. Menurut saya, boyfriend anda cenderung New Age. Orang agnostik bisa saja cenderung ke aliran New Age, bisa juga menjadi anggota organisasi keagamaan, bisa juga total sekuler seperti saya. Semuanya oke saja.

Dan pemikiran yg dihasilkannya juga oke saja, berlaku bagi orangnya sendiri, walaupun ada sebagian pemikirannya yg mungkin sifatnya seperti agama, yaitu mengandung elemen ketakutan. Contohnya adalah kepercayaan bahwa ada orang tertentu yg dipilih, ada takdir, ada pembuangan, ada penderitaan, ada ini dan ada itu yg katanya, konon, harus dilakoni. Pedahal tidak ada itu semua, dan segalanya cuma buat-buatan pikirannya saja. Kalau mau percaya is ok. Mau tidak percaya juga ok. Belief systems itu kurang lebih seperti kepercayaan agama, jadi ada sesuatu yg dipaksakan. Kalau mau terima, ya terimalah. Kalau tidak mau, ya buanglah.

T = Mungkinkah orang biasa ke Bermuda ? Yg saya lihat di sana real apa halusinasi atau angan-angan doang ? Saya telah masuk ke pintu pertama dari empat pintu berbentuk altar-altar luas, masing-masingnya dengan pengawal yg banyak hilir mudik. Saya pernah ajak boy friend saya ke sana, tapi 1/3 perjalanan dia balik lagi karena dia merinding, pedahal saya riang gembira ke sana.

Katanya gelap sekali. Memang, tapi setelah itu kata ketemu bangunan parabola yg terang, yg batasnya terbuat dari arus panas dan dingin sehingga terjadi semacam filter tipis pembeda tempat itu dengan sekelilingngnya. Apa pendapat Bung Leo ?

J = Biasa-biasa saja.

Anda cuma masuk ke dalam pikiran anda saja karena memang berbakat untuk itu. Yg anda lihat adalah simbol-simbol belaka. Simbol dari energi-energi yg bisa anda gunakan untuk membantu orang lain. Kalau mau, ambillah energi yg ada di sana, caranya terserah, dan salurkan kepada orang yg membutuhkan di dimensi ruang dan waktu ini. Apa yg anda lihat adanya di dimensi non ruang dan waktu, dan anda masuk ke sana melalui pikiran anda. Kalau anda cuma mau jalan-jalan saja, maka arti konkritnya kecil sekali. Tetapi kalau anda bisa mengakses dan menggunakan energi yg diambil dari sana untuk membantu orang-orang sakit di dimensi ini, maka anda akan semakin ok. Saya melihat peran anda seperti itu, dan bukan seperti dukun-dukun yg aneh dan bikin repot banyak orang itu.

T = Saya sekarang berhati-hati ke tempat itu, karena pernah ada jin menggiring saya ke luar dari tempat itu dengan paksa, katanya saya sangat sok tau dan bertindak bodoh. Apa pendapat Bung Leo, segitiga Berrmuda yg di laut dan di darat ? Saya menemukan segitiga di darat yg ukuran luasnya sedikit lebih kecil dari yg di laut. Sebenarnya apa dua tempat itu dan apa kekonyolan ?

J = Tidak konyol kalau anda kebetulan bisa datang ke sana.

Coba saja lagi perlahan-lahan, dan “negosiasi” saja dengan jin itu. Bilang bahwa anda memiliki missi untuk mengambil energi dari sana yg bisa digunakan untuk membantu penyembuhan manusia di dimensi fisik yg kita tempati. Kalau ternyata ada energi yg bisa diambil, teruskanlah usaha anda. Tetapi, kalau ternyata tidak ada apapun yg bisa anda ambil dari sana yg bisa berguna bagi manusia lainnya, maka mungkin sebaiknya anda jalan-jalan ke tempat lain saja.

There are innumerable places in the universe. Our own mind is the universe.

+

Leo @ Komunitas Spiritual Indonesia
.

Edisi: 240 Tahun V – 2009, KEMISKINAN KAUM TANI DAN KENISCAYAAN REFORMA AGRARIA

Oleh Firdaus *

Empat puluh sembilan tahun yang lalu tepatnya 24 September 1960, di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, Pemerintah Indonesia telah menetapkan Undang-Undang No. 5 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Pokok Agraria, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan UUPA 1960. Konteks sejarah dan ekonomi politik lahirnya UUPA 1960 ini, tidak terlepas dari proses panjang pemiskinan rakyat (terutama kaum tani) di bawah sistem feodalisme dan kolonialisme.

Memaknai momentum Peringatan Hari Tani Nasional –juga tentunya kelahiran UUPA- yang ke-49, tulisan ini akan mencoba menegaskan kembali keniscayaan reforma agraria; suatu agenda yang sesungguhnya dimaksudkan untuk mengangkat nasib kaum tani melalui usaha perombakan total terhadap struktur penguasaan tanah, namun terhambat pelaksanaannya sejak Rezim Orde Baru berkuasa hingga saat ini.

Kemiskinan dan Monopoli Penguasaan Sumber-sumber Agraria

Bagian terbesar dari penduduk miskin berada di wilayah pedesaaan, yakni 63,41% dari jumlah total penduduk Indonesia. Mereka terdiri dari kaum tani, masyarakat adat, nelayan, perempuan, dan pemuda yang hidup di wilayah pedesaan. Dari data BPS tahun 2006, diketahui bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia hingga tahun 2006 telah mencapai 39,05 juta jiwa, meningkat dibanding tahun 2005 yang masih berjumlah 35,10 juta jiwa. Data ini menunjukkan, hanya dalam kurun waktu satu tahun saja, telah terjadi peningkatan jumlah orang miskin sebanyak 4 juta jiwa.

Kemiskinan kaum tani ini antara lain terjadi akibat monopoli penguasaan sumber-sumber agraria (SSA) di tangan segelintir pemilik modal yang memiliki hubungan kuat dengan pihak pemerintah. Mereka yang memonopoli penguasaan SSA, di antaranya terdiri dari para pemegang izin dan hak untuk eksploitasi hutan, pengembangan kawasan-kawasan konservasi, bahan tambang, perkebunan besar, tambak-tambak raksasa, perumahan, fasilitas wisata dan hiburan, serta pengembangan lapangan golf.

Data yang dikeluarkan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menunjukkan, hingga tahun 1998 saja, kurang dari 666 unit produksi yang mengontrol kurang lebih 48,3 juta ha hutan HPH/HPHTI, di mana 16,7 juta ha di antaranya dikuasai oleh 12 konglomerat. PERHUTANI mengklaim menguasai 3 juta ha lahan hutan. Pada tahun 2000, diketahui terdapat 2.178 perusahaan yang menguasai perkebunan-perkebunan besar dengan total lahan seluas 3,52 juta ha. Di bidang pertambangan hingga tahun 1999, terdapat 561 perusahaan yang menguasai 52,5 juta ha lahan konsesi pertambangan.

Sementara di sisi lain kaum tani hanya menggarap lahan dalam skala terbatas, bahkan banyak di antaranya yang tidak memiliki tanah dan terpaksa menjadi buruh tani. Sejumlah data statistik penguasaan tanah di Indonesia menunjukkan, hingga saat ini rata-rata penguasaan tanah oleh petani kita tidak lebih dari 0,8 hektar / keluarga, yang secara keseluruhan hanya menguasai sekitar 17 juta hektar lahan pertanian. Bahkan ada sekitar 12,5 juta rumah tangga petani yang dikategorikan sebagai petani gurem, dan di dalamnya ada sekitar 9,9 juta rumah tangga petani yang tidak bertanah (landless peasant) atau sekitar 32,6 % dari jumlah keseluruhan rumah tangga tani di Indonesia (Bachriadi dan Wiradi, 2003).

Sengketa Agraria

Di samping masalah monopoli penguasaan tanah oleh pemilik modal, di berbagai wilayah di Indonesia kaum tani juga menghadapi sengketa agraria yang seringkali disertai dengan tindakan-tindakan kekerasan terhadap rakyat, baik yang dilakukan oleh aparat militer, kepolisian maupun birokrasi. Berdasarkan laporan KPA, dalam kurun waktu 1970 hingga 2001, telah terjadi 1.753 kasus sengketa tanah yang dapat dikategorikan sebagai sengketa tanah struktural yang diakibatkan penerbitan HGU (Hak Guna Usaha) untuk perusahaan perkebunan, pengembangan sarana umum dan fasilitas perkotaan, pengembangan perumahan dan kota baru, pengembangan kawasan hutan produksi, pabrik-pabrik dan kawasan industri, pembangunan bendungan dan sarana pengairan, sarana pariwisata, hotel-hotel dan resort, termasuk pembangunan lapangan-lapangan golf.

Dalam sengketa-sengketa itu, tidak kurang dari 1.090.868 rumah tangga telah menjadi korban langsung, dan meliputi tidak kurang dari 10,5 juta hektar lahan yang disengketakan. Dalam sejumlah sengketa ini, sudah ribuan orang (tentu saja dari pihak penduduk) yang harus mendekam di penjara karena mempertahankan haknya. Bahkan ada yang hingga menemui ajal hanya karena hendak mempertahankan sejengkal tanah penghidupannya.

Akar Persoalan

Ketidakadilan agraria yang selama ini dihadapi kaum tani sesungguhnya bersumber dari pilihan orientasi dan strategi pembangunan nasional yang sejak masa pemerintahan Orde Baru telah mengintegrasikan Negara ini secara penuh ke dalam sistem kapitalisme global, suatu corak perekonomian yang bertumpu bukan pada ekonomi kerakyatan, melainkan pada kekuatan modal besar (konglomerasi) sebagai penggerak sekaligus menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Sistem ekonomi seperti ini tumbuh dan berkembang di atas semangat penumpukan dan pelipatgandaan keuntungan bagi kaum pemilik modal di satu sisi, dengan mengorbankan kepentingan dan hak-hak rakyat marjinal di sisi lainnya.

Di bawah kapitalisme global inilah, pemerintah-pemerintah yang berkuasa di Indonesia telah memproduksi berbagai peraturan perundang-undangan yang memfasilitasi dan melindungi kepentingan modal, di antaranya peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal, pertambangan, kehutanan, perkebunan, sumber daya air dan lain sebagainya. Pilihan orientasi dan strategi pembangunan nasional pada kenyataannya telah melahirkan: (i) Watak sistem politik agraria yang memihak kepada modal besar, dan sebaliknya mengorbankan kepentingan dan hak-hak rakyat, (ii) Corak sistem hukum agraria yang berwatak sektoral serta memfasilitasi dan melindungi kepentingan modal besar.

Reforma Agraria, Sebuah Keniscayaan

Seluruh persoalan yang telah disebutkan di atas meniscayakan perlunya menjalankan reforma agraria, yakni suatu upaya sistematis dan terorganisir untuk merombak susunan/struktur pemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agraria, terutama tanah untuk kepentingan petani, buruh tani dan rakyat kecil pada umumnya, yang sekaligus menjadi landasan menuju proses industrialisasi nasional. Hanya dengan menjalankan reforma agraria, konsentrasi penguasaan tanah dan sengketa agraria, yang selama ini menjadi sumber penyebab kemiskinan rakyat akan menemukan jalan keluarnya.

Akan tetapi disadari sepenuhnya bahwa reforma agraria sungguh bukanlah pekerjaan yang mudah, karena ia menyangkut perubahan secara mendasar terhadap susunan penguasaan tanah dan kekayaan alam. Namun, penderitaaan dan kemiskinan kaum tani yang masih terjadi hingga saat ini harusnya membuat reforma agraria menjadi suatu keniscayaan di negeri yang kaya akan sumber daya alam ini.

Guna memastikan jalannya reforma agraria ini, karena ia pada hakekatnya merupakan suatu upaya transformasi sosial, tentu memerlukan prasyarat-prasyarat tertentu. Sejumlah eksponen gerakan reforma agraria di Indonesia sesungguhnya telah cukup lama berupaya mempersiapkan prasyarat-prasyarat yang memungkinkan keberhasilan reforma agraria.

Sekurang-kurangnya terdapat empat prasyarat yang memungkinkan dijalankannya reforma agraria; (i) Komitmen ideologi dan politik dari pemerintah, (ii) Adanya dukungan dari militer, (iii) Organisasi-organisasi rakyat yang kuat secara ideologi, politik dan organisasi, dan (iv) Adanya data yang akurat. Dalam situasi politik di Indonesia seperti sekarang ini, reforma agraria yang sejati nampaknya belum bisa dijalankan dengan mengharapkan komitmen politik dari pemerintah dan dukungan militer.

Keempat prasyarat yang disebutkan di muka sudah dapat dipastikan terlalu ideal untuk situasi politik di Indonesia hari ini. Kecuali kita punya kepemimpinan nasional yang berhaluan sosialis, seperti yang dimiliki rakyat Kuba, Venezuela dan Bolivia.

Meski demikian, bukan berarti dengan serta-merta agenda reforma agraria menjadi tidak mungkin untuk dijalankan dalam konteks Indonesia hari ini. Kita punya begitu banyak organisasi rakyat dan serikat-serikat tani, suatu kekuatan yang akan mampu mendorong -bahkan memaksa- pemerintah dan militer untuk menjalankan reforma agraria bagi kepentingan kaum tani.

Hidup Kaum Tani Indonesia!

* Penulis adalah anggota Solidaritas Perjuangan Reforma Agraria (SPRA) Sulawesi Tengah, sekaligus Anggota Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat dari Simpul Sulawesi Tengah.

** Siapa saja dipersilahkan mengutip, menggandakan, menyebarluaskan sebagian atau seluruh materi yang termuat dalam portal ini selama untuk kajian dan mendukung gerakan rakyat. Untuk keperluan komersial pengguna harus mendapatkan ijin tertulis dari pengelola portal Prakarsa Rakyat. Setiap pengutipan, penggandaan dan penyebarluasan sebagian atau seluruh materi harus mencantumkan sumber (portal Prakarsa Rakyat atau http://www.prakarsa-rakyat.org).